Kain Tradisional Lurik Khas Kota Yogya yang Legendaris

Jakarta - Kain dengan theme garis-garis, kain lurik tak kalah populer dari kain batik. Gradasi warnanya yang cantik selalu menarik mata. Kain lurik terasa lembut, nyaman saat digunakan. Setiap helai kain lurik merupakan buah kesabaran para perajin kain tenun.


Ya, di tengah maraknya perkembangan teknologi mesin, rumah produksi Kain Lurik Kurnia ini masih kekeh mempertahankan cara pembuatan tradisional. Beroperasi sejak 1962, rumah produksi ini menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Mengandalkan kekuatan lengan dan ketelitian saat proses menenun.

Berusia lebih dari separuh abad, rumah produksi yang berada di Jalan Krapyak Wetan, Panggungharjo, Sewon Bantul, Yogyakarta ini menjadi satu-satunya produksi kain lurik yang masih mempertahankan nilai-nilai tradisional. Di saat yang lain hanya tinggal kenangan dan nama saja.

Para penenun di Lurik Kunia ini rata-rata lanjut usia. Rambut putih dengan tulang melekat terlihat jelas di balik kulitnya. beberapa kali membenarkan letak kacamata yang turun dari batang hidungnya. Usia tak menyurutkan niat mereka membuat kain bercorak garis-garis yang memukau.

Menenun memang bukanlah hal yang mudah. Perlu ketelatenan dan ketepatan saat menarik mesin tenun. Jika tarikan terlalu pelan, hasil tenun renggang. Sebaliknya, jika tarikan kencang, tali benang menjadi kusut. Produksi dengan ATBM tak hanya mempertahankan nilai tradisional saja. Namun juga filosofi dan makna di baliknya.

Dalam setiap helai benang, penenun menyelipkan doa bagi pemakai Lurik. Sesuai dengan makna filosofis kain tersebut yaitu rik yang berarti pagar pelindung. Momen ini tentu saja tidak terjadi pada lurik yang dibuat oleh mesin.

Proses pembuatan lurik cukup panjang. Pertama, benang mentah diwarnai setelah itu didiamkan selama satu hari. Setengah hari dijemur di bawah sinar matahari. Benang yang sudah diwarnai masuk ke pemintalan.

Kemudian, warna benang disusun membentuk motif yang dikenal dengan nama nyekir. Hasilnya kemudian dimasukkan ke alat tenun. Proses ini disebut nyucuk. Butuh waktu sekitar 30 hari untuk menghasilkan 100 meter kain lurik ini.

Proses pembuatan lurik cukup panjang. Pertama, benang mentah diwarnai setelah itu didiamkan selama satu hari. Setengah hari dijemur di bawah sinar matahari. Benang yang sudah diwarnai masuk ke pemintalan.

Kemudian, warna benang disusun membentuk theme yang dikenal dengan nama nyekir. Hasilnya kemudian dimasukkan ke alat tenun. Proses ini disebut nyucuk. Butuh waktu sekitar 30 hari untuk menghasilkan 100 meter kain lurik ini.

Harga kain tenun di Kurnia Lurik relatif terjangkau, berkisar Rp 35.000 sampai Rp 50.000 per lembar, tergantung lebar kain, 70 centimeter atau di atas 100 centimeter. Theme dan bahan juga mempengaruhi harga.

Kurnia Lurik mempromosikan produksinya lewat media sosial Instagram dan Facebook. Pelanggannya word play here tersebar di seluruh Indonesia, bahkan juga ada yang dari luar negeri. Selain menjadi tempat produksi, rumah ini juga menjadi tempat wisata di Kota Pelajar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Utang PLN Sepanjang 2021 Berkurang Rp 32 Triliun

Pihak China Protes Ke Indonesia Terkait Soal Aktivitas Pengeboran Migas di Laut China Selatan

Dompet Digital, Cara Mudah Kirim Uang Tanpa Ribet